Hari Sabtu.
Hari ini harus menjadi hari yang indah. Aku bangun pagi-pagi sekali, mandi
dengan sabun yang baru kubeli, dan meyikat gigiku hingga berdecit. Kau biasanya
mengeluhkan tingkat higienitasku yang hanya nyaris menyentuh normal, tapi hari
ini tidak akan kubiarkan kau mengomeliku tentang hal itu.
Hari ini harus menjadi hari yang
sempurna. Kukenakan kemeja baru berwarna abu-abu gelap; warna kesukaanmu, yang
katamu merupakan warna yang paling sempurna menggambarkan kehidupan, dan celana
panjang yang sebelumnya nyaris tidak pernah kusentuh kecuali sewaktu misa gereja
di Minggu pagi.
Aku melangkah cepat, nyaris berlari menuju mobilku; aku tidak ingin membuang
waktu lebih banyak lagi, sudah cukup aku taruhkan waktuku yang lalu untukmu.
Hari ini juga, akhirnya, akan kubuat
mereka semua terkejut akan cintaku padamu.
Ah, itu dia rumahmu. Kurasakan telapak tanganku mulai berkeringat, dan aku
mulai gelisah. Rupanya perasaan ini lebih menegangkan dibandingkan sidang
skripsi. Jantungku berdegup kencang, sanking kencangnya bisa kudengar di
telingaku. Ah sayang, aku datang.
Ayahmu membukakan pintu; wajahnya muram, seperti baru saja kehilangan salah
satu koleksinya yang berharga. Ia mempersilahkanku masuk, dan kulihat banyak
orang sudah menunggu dan mengelilingimu.
Sayang, kau cantik sekali hari ini.
Kau tersenyum samar.
Kau selalu cantik, sayang. Gaunmu, yang berenda-renda, hari ini bagus
sekali. Putih, seputih kulitmu. Bibirmu, yang dipulas gincu, sungguh menggodaku. Merah,
semerah korsase yang diselipkan ditanganmu. Matamu, yang dipulas riasan coklat
keemasan, sungguh menawan. Keemasan, laksana bintang yang kau tunjukkan padaku
dimalam-malam yang lalu.
Aku mengecup keningmu, dan memberanikan diri untuk menghadap ayahmu.
Pak, izinkan saya meminang putrimu.
Saya ingin bersamanya sampai mati, pak.
Bisakah saya memilikinya seumur hidup saya?
Tolong jangan katakan tidak, pak.
Saya ingin bersamanya sampai mati, pak.
Bisakah saya memilikinya seumur hidup saya?
Tolong jangan katakan tidak, pak.
Wajah ayahmu terkejut, lalu menatapku dengan marah.
Dia mengamuk, mengatakan aku gila.
Dia bilang dia tidak akan mengizinkan kau pergi denganku. Tidak akan pernah.
Dia merangsek dan menamparku. Mengataiku bocah sinting yang hilang akal.
Dia bilang dia tidak akan mengizinkan kau pergi denganku. Tidak akan pernah.
Dia merangsek dan menamparku. Mengataiku bocah sinting yang hilang akal.
Dia bilang dia tidak merestui hubungan kami. Tidak akan.
Aku berang. Kenapa dia harus memperlakukanku seperti itu di hadapan
orang-orang? Kenapa dia harus bersikap begitu kasar kepadaku? Kenapa dia
melarang aku mencintaimu? Kenapa dia mengatakan aku gila ingin menikah
denganmu?
Aku hanya manusia biasa yang telah jatuh cinta denganmu.
Aku tidak peduli. Kuhempaskan
tubuhnya yang menghalangiku darimu, dan kutarik tanganmu. Kuseret tubuhmu
menjauh sementara ayahmu mencoba bangun. Semua orang terdiam, ternganga akan
aksiku. Biarlah, biar mereka semua mengira aku gila, yang penting aku bisa
bersama denganmu.
Ayahmu berteriak dan seketika mereka semua sadar. Mereka bangkit dari
duduknya dan mencoba menghalangiku yang akan membawamu pergi.
Tidak, tidak akan aku biarkan ini terjadi.
Aku benci melakukan ini, tapi mereka semua tidak memberiku pilihan lain.
Aku tdak bisa hidup tanpamu. Mereka semua boleh menggila karena hal ini, tapi
aku tidak akan berhenti memperjuangkanmu. Kuangkat tubuhmu dan berlari
melintasi halaman rumahmu. Kita harus kabur, sayang. Ke planet lain, kalau
bisa. Kita harus selalu bersama. Kau harus ikut kemanapun aku pergi, karena kau
mencintaiku.
Kau mencintaiku, kan?
Aku berhasil membawamu kedalam mobilku sementara mereka meneriaki aku. Aku
melihat wajah ayahmu diantara mereka; menangis, memanggil-manggil namamu;
menggila, memanggil-manggil namaku. Semua orang seakan tidak waras, semua orang
seperti segerombolan ayam yang baru dibebaskan dari kandang yang kesempitan.
Aku menoleh kepadamu yang berada di kursi penumpang. Kau tetap pada
senyummu yang samar, dan mata yang terpejam. Tubuhmu agak kaku dan menekuk aneh
sehabis aku menggendongmu, jadi kuberhentikan mobilku agak jauh dan membetulkan
posisimu.
Aku memperhatikan lagi wajahmu.
Ah, kau cantik sekali, sayang.
Kuselipkan korsase merah yang tadi sempat jatuh ke telingamu.
Nah, makin cantik.
Bagaimana, kau bahagia? Kita tidak perlu lagi berurusan dengan ayahmu yang
kasar itu. Kita tidak perlu lagi peduli kata orang. Kita tidak perlu lagi
peduli dengan semuanya, kecuali cinta kita berdua.
Aku sudah mempersiapkan pernikahan kita di greja besok. Seperti yang selalu
kukatakan, aku pasti akan menikahimu, bagaimanapun caranya. Aku akan menepati
janji, dengan atau tanpa restu ayahmu. Kita akan menjadi keluarga kecil yang
bahagia, tanpa ada yang menggangu.
Kau hanya tersenyum samar.
Aku kembali menjalankan mobilku dan mendendangkan lagu kesukaanmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar